Senin, 15 Desember 2014

TERROR IN THE OFFICE



TERROR IN THE OFFICE

“Selamat malam Shana. Aku duluan yah.” Ucap seorang wanita sambil melambaikan tangan kepada wanita lain yang berada di belakang meja yang di penuhi oleh berbagai peralatan kantor.
            “Yah, selamat malam juga Miko.” Balas wanita yang di panggil Shana.
             Kini di dalam sebuah ruangan yang di penuhi oleh meja-meja kerja telah sepi dan seorang gadis cantik yang bernama Shana, mungkin lebih tepatnya lagi adalah Shana Mitsui.
            “Hhhn, terpaksa harus lembur lagi.” Ucap Shana sambil mereganggkan otot-otot tangannya. Dia kemudian melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukan angka Sembilan. Sudah lewat dua puluh lima menit dari jam kerja normal yang ada di kantornya. Dia kemudian mulai mengetik-ngetik tuts  keyboard komputernya.
             CKLEK
             Tiba-tiba pintu ruang kerjanya itu terbuka dan kemudian dia melihat sosok seseorang.
             “OH! Pak Lichun!?” Ucap Shana yang ada sedikit nada kaget di kalimatnya itu.
             “Nona Shana, lembur lagi yah?” Ucap orang yang dipanggil Lichun itu, yang tak lain adalah satpam di kantor itu.
             “Iya pak, ini.. soalnya masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan.” Ucap Shana sambil tersenyum dan sedikit lebih tenang dari yang tadi.
             “Oh iya. Kalau begitu, bapak tinggal dulu yah. Soalnya bapak mau periksa lantai tujuh  dulu. Dan kalau nona Shana butuh sesuatu, jangan sungkan untuk bilang ke bapak yah. Atau nona Shana bilang saja kepada bu Chimei, dia ada di dapur.” Ucap pak Lichun sambil tersenyum dan kemudian menutup pintu setelah mendapat senyum balasan dari Shana. Sementara Shana mulai melanjutkan pekerjaanya yeng sempat tertunda.
             “hiihihihhihi” Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dari luar jendela yang berada di belak
ang Shana.
             “Hah!?” Shana yang terkejut reflex melirik ke arah jendela yang berada di belakannya itu. Dia tidak melihat apa-apa di sana, yang ada hanyalah hujan yang membasahi kaca jendelanya.
             “Wah, saking asiknya aku kerja, sampai tidak sadar kalau di luar sudah hujan” ucap Shana sambil berjalan ke arah jendela dan melihat keluar.
             “Hmn. Hujannya deras sekali.” Shana melirik ke kiri dan ke kanan. Setelah itu dia melihat ke bawah. Posisi ruang kerjanya yeng berada di lantai 3 memberi akses kepadanya untuk melakukan itu.
             “Lebih baik aku tutup saja tirainya.” Ucapnya sambil menarik tirai jendela itu.
             “Hmn” Shana kemudian melanjutkan pekerjaan mengetiknya.
              Malam yang sangat mencekam dengan hujan yang sangat deras. Halilintar dan Guntur yang terus bergantian.  Juga angin yang sangat dingin ini tidak melunturkan semangat Shana untuk terus bekerja. Walaupun jam yang berada di kantornya sudah menunjukan angka sebelas lewat tiga puluh menit atau setengah dua belas malam. Dengan hanya di terangi cahaya dari komputernya Shana terus melanjutkan kegiatan mengetiknya. Sesekali dia membuka mulutnya tanda bahwa dia telah mangantuk.
              “Heeh tinggal sedikit lagi.” Ucap shana sambil tersenyum.
              “Hmn aku rasa aku memerlukan sedikit pelumas untuk tenggorokanku” Ucap Shana sambil memegangi tenggorokannya yang sudah terasa sangat kering. Dia kemudian menuju ke pintu keluar dari ruang kerjanya itu.
              “Hmnn, ini benar-benar sudah sangat malam yah.” Gumam Shana dalam hatinya. Sambil memegangi botol minum miliknya, dia berjalan menyusuri korodor kantor yang benar-banar gelap.

              “Sungguh kah hanya aku saja yang bekerja lembur malam ini?” Shana bertanya pada dirinya sendiri, kerena tak seperti biasanya kantornya seperti ini. Walaupun dia hanya kadang-kadang melakukan kerja lembur, tapi dia tau betul kalau setidaknya ada orang lain yang melakukan lembur.

            “Biasannya pak Kaido selalu lembur, tapi kenapa sekarang tidak ada?” Dia berbicara tentang seseorang yang bernama Kaido, yah memang Kaido terkenal dengan kerja lemburnya. Tetapi enyah kenapa untuk sekarang ini Kaido tidak ada.

“Gelap sekali.” Shana yang merasa tidak nyaman karena kondisi lorong menuju dapur sangat gelap, mencoba menyalakan lampu yang ada.

                KLIK.. KLIK.. KLIK

                “Ugh! Kenapa tidak menyala yah!?” Shana berulang kali mencoba menyalakan lampu yang ada di lorong itu tapi hasilnya selalu sama, nihil dan hanya kegelapan yang ada.

                “Ck! Sialan!” Shana mendengus kesal melihat lampu yang sangat tidak mengerti dirinya.

                TAP..TAP..TAP

“Hah!?” Shana tersentak dengan bunyi derap langkah kaki yang berasal dari arah belakang tubuhnya. Merasa penasaran akan apa itu, dia menoleh ke belakang.

“Pak Lichun? Bu Chimei? Apakah itu kalian?” Shana mulai merasa tidak nyaman dengan kondisi ini, jantungnya mulai berdebar kencang ketika dia tak menerima jawaban.

“Hihihihihihihihihi…” Sebuah tawa wanita.

“!!!?” Shana terbelak dengan jawaban yang diberikan, yang benar-benar tak diinginkannya.

“S-si-siapa yah?” Shana berusaha menghindari rasa takutnya, dan memberanikan untuk bertanya kembali. Tangannya menggemgam erat botol minuman miliknya.
Tetapi hanya kebisuan yang diterimannya. Namun beberapa saat kemudian muncul sosok bayangan seseorang di balik kegelapan. Namun ia tak bisa melihatnya dengan jelas dikarenakan orang itu tengah membelakanginya.

“K-ka-kau siapa?” Shana memberanikan diri untuk bertanya dan kemudian mendekati orang itu.

----
“Nona Shana?”

“Ah!? Pak lichun?”
secara tiba-tiba pak lichun memukul pundaknya dari belakang.

“Nona Shana sedang apa berkaliaran di koridor malam-malam begini?” Tanya pak lichun yang saat itu tengah memegangi senter.
“Ah itu! Aku sedang berbicara dengan seseorang di sana!” Ucap shana dan kemudian menunjuk kea rah sosok bayangan tadi.

“Mana? Loh, tidak ada orang kok.” Pak lichun menyenter kea rah yang ditunjuk oleh Shana tadi, tapi dia tak menemukan apa-apa selain kekosongan.

“Ah!? Tadi aku melihat di sana ada orang kok. Tapi aku tak bisa melihatnya soalnya gelap, tapi aku benar-benar yakin kalau di sana ada orang tadi.” Shana dibuat bingung dengan keadaan ini, karena dia sangat yakin kalau dia tadi melihat seseorang.

“Hmm. Mungkin nona Shana kelelahan hingga berhalusinasi seperti itu.” Ucap pak Lichun yang melihat Shana yang sangat kebingungan.
“Ahh, tapi pak…..”

“Sudahlah nona Shana, hmn nona mau ke dapur yah?” Pak Lichun langsung mengalihkan pembicaraan karena sangat khwatri dengan keadaan Shana saat ini.

“Hmmm, yah mungkin aku memang harus minum.”

“Baiklah kalau begitu, sini bapak antarkan sampai ke dapur.” Akhirnya kedua orang itu meninggalkan lorong yang sangat gelap itu dan kemudian menuju ke arah dapur.

---------------TEROR IN THE OFFICE---------------
Dapur kantor 00:15

“Aku yakin sekali kalau aku sungguh melihat seseorang di lorong!”

“Mungkin itu hanya halusinasi anda saja nona Shana.” Ucap nona Chimei sambil meletakkan mangkuk yang berisi mie instant di depan Shana.

“Ya, lagipula tadi aku telah memriksa rekaman CCTV nya, dan tidak ada apa-apa selain nona Shana.” Kini pak Lichun yang angkat bicara, ke dua pasangan ini sangat khawatir dengan kondisi Shana saat ini, karena kelihatannya Shana sendiri sangat ketakutan.

“Haaah, yah mungkin aku yang terlalu kelelahan sampai-sampai aku berhalusinasi seperti itu.” Shana kini mecoba rileks, dan kemudian memakan hidangan yang telah disadiakan oleh bu Chimei tadi.

“WAh, ini sangat lezat bu.” Shana berhenti sejenak dari acara makannya untuk memuji masakkan yang telah dihindangkan oleh bu Chimei.

“Haha, benarkah? Kalau begitu nona Shana harus menghabiskannya. Karena kelihatannya kau lapar sekali.” Bu Chimei tersenyum ramah menanggapai pujian tulus yamg keluar dari mulut Shana.

hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit saja untuk Shana menghabiskan makanannya. Dia lalu minum sepuasnya dan pergi ke toilet untuk membuang semua hasratnya, karena pikirnya, repot jika harus bolak-balik terus apalagi jarak dari ruang kerjannya sangat jauh dengan toilet. Setelah melakukan semua hal yang diperlukannya, Shana kemudian meminta ijin untuk kembali ke ruang kerjannya.

“Kalau begitu hati-hati yah Shana.” Ucap pak Lichun.
“Nak, jangan terlalu memaksakan diri yah, kalau sudah tidak mampu kau tidur saja dulu.” Kini bu Chimei yang menaruh perhatiaanya pada Shana.
“Yah baikalah, aku tidak akan terlalu memaksakan diri kali ini.”

“Bapak akan berjalan mengecek kembali, jadi kalau ada yang mengetuk pintu, itu bapak yah”

“Yah, baikalah pak, terima kasih sebelumnya, aku pergi dulu yah.” Shana kemudian pergi meninggalkan kedua pasangan itu.
Dia lalu menyusuri koridor tadi, sebenarnya ada perasaan takut dan ragu yang ada di hatinya sekarang ini, tapi sebisa mungkin dia mengabaikannya. Dengan terburu-buru, dia berjalan melintasi koridor yang menyeramkan itu.

WHUUSH

Angin berhembus dengan sangat kuat ketika dia sudah berada di tengah lorong itu, kini dia benar-benar takut. Di otaknya hanya terisi pikiran yang mengatakan kalau dia harus cepet-cepat sampai di ruang kerjanya.

BRUKK

Shana membanting pintu dengan sangat keras, kini dia telah berada di dalam ruangannya, ada suatu perasaan lega yang dia rasakan saai ini karena sudah bisa melewati koridor tadi.

“hahh- hahh- akhirnya aku bisa melewati koridor mengerikan itu juga, sialan!!” Shana merutuki dirinya sendiri, dia berpikir mengapa dia tidak megerjakan pekerjaanya di rumah saja, mengapa dia harus terjebak di kantor ini.

“Kau harus rileks Shana!! Ini akan segera berakhir!!” Shana berusaha menegarkan dirinya sendiri. Dia lalu berjalan ke arah meja kerjannya dan mulai mengetik kembali.

“Huh untungnya aku tidak menemukan sesuatu yang aneh di sini.” Shana merasa lega karena tidak ada yang aneh yang ditemukannya di meja kerjannya, seperti yang dibayangkannya dari film horror yang pernah ditontonnya.

“Huh? Perasaan sudah banyak sekali kejadian yang telah aku lewati, tapi kenapa baru jam satu pagi yah??” Shana merasa aneh dengan kondisi ini. Karena dia telah melewati banyak kejadian dari tadi.

TIK…..TIK…..TIK…..TIK

“!? Bunyi apa itu?” Shana yang tengah melihat jam tangannya berhenti karena mendengar suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya.

“I-Ini, S-su-suara mesin K-ketik!!!” Shana terlojak kaget, karena yang dia tau, tidak ada orang lain di ruangan ini selai dia seorang, dia diam dan mendengarka suara itu lagi.

TIK..TIK..TIK..TIK

Kini suara ketikkannya semakin cepat saja, seperti orang yang terburu-buru.
Shana mencari sumber suara itu, da dia mendapati ruangan kepala timnya mengeluarkan cahaya yang agak samar dari ruang kerja kepala divisinya. Shana mulai merasa takut, karena dia tahu persis kalau ruangan itu terkunci dan tidak ada seorangpun dari dalam divisinya yang berani masuk ke dalam secara sembarangan. Shana  mengambil pena dari mejanya dan dengan dipenuhi rasa takut dia mencoba mendekati ruangan itu.

“Glek!! Ya TUHAN kumohon lindungi aku.” Shana terus berdoa sambil mendekati pintu itu sedikit demi sedikit, jantungnya kini bekerja dua kali lipat dari biasannya.

TIK.TIK.TIK.TIK.TIK.TIK.TIK

Suara ketikkan semakin cepat ketika Shana sudah berada dekat sekali dengan pintu itu, perasaan takut semakin menyelimutinya, dipengannya penanya dengan sangat erat sampai urat-urat yang berada di sekitar tangannya menjadi terlihat dengan jelas. Rasa takutnya bertambah bebarengan dengan didengarnya suara seseorang yang sedang menulis tapi ini terdengar berbeda, seakan pulpenya dipaksakkan untuk mengeluarkan tintanya.

TUK.TUK.SRECK.SRECK
Suara-suara itu semakin kuat saja dan menjadi sangat terburu-buru ketika Shana sudah berada di depan pintu itu.

“Ya TUHAN, lindungi aku, lindungi aku…………” Shana terus saja berdoa, karena rasa takut yang menyelimuinya sekarang ini sangatlah besar. Keringat segar bercucuran dari pelipisnya, dadanya berdetak dengan tak karuan. Dengan tangan yang gemetar dia meraih gagang pintu yang ada. Dengan rasa takut yang sangat luar biasa, dia mencoba membuka pintu itu.
CKLEK…..

“Pintunya tak terkunci!!!” Shana bergumam dalam hatinya. Tangnnya kini meremas erat pulpennya dan mulai mendorong pintu itu.

KRRIIIEEETTT……………..

WHUUSSSHHH

“AAAAAHHH!!!” Shana berteriak ketakutan, dikarenakan saat pintu di buka muncul angin yang sangat keras menyerangnya.

“Ya TUHAN….” Shana mulai merasakkan lemas di seluruh badannya. Tapi dia terus berusaha masuk ke dalam ruangan itu dan mendekati meja kerja.

“Apa ini!?” Shana kaget dengan apa yang di temukannya. Sebuah kata terukir di atas meja itu yang sepertinya di ukir oleh benda yang memiliki ujung yang runcing. Kata yang sama juga di temukannya di dalam computer, dan di sebuah kertas yang berada di atas keyboard computer itu. Dan tulisan itu berkata
“MATI!!!!” Shana membelakkan matanya ketika membaca tulisan itu semua.

“YA TUHAN!!!”

PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT

“Ya TUHAN apa yang terjadi sebenarnya!!!!” Shana kembali di buat kaget dengan mesin printer yang berada di ruangan itu menyala sendiri dan mencetak kata MATI KAU!!! Dan yang lebih parahnya lagi dengan tinta merah.

“HIHIHIHIHIHIHIHIHIHI!!!!!!”

“ARGH!!! AKU INGIN KELUAR DARI SINI!!!” Shana mulai histeris dan membanting pulpennya, kemudian berlari keluar, mencari pintu keluar ruang kerjannya itu.

PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT
Tiba-tiba semua printer yang berada di situ menyala dan mencetak kata MATI KAU!!!!
 
“TOLOOOONG!!! KELUARKAN AKU DARI SINI!!!” Shana mengis histerissambil mecoba membuka pintu yang entah kenapa telah terkunci.

“HIHIHIHIHIHIHIHIHIHI!!!!!!” Suara itu terdengar kembali berbarengan dengan munculnya tulisan di pintu yang berkata KAU AKAN MATI!!!!

“AAAAHHH!!!!!” Shana terduduk ketika melihat tulisan itu, dan dengan susah payahnya dia merangkak ke arah mejanya

PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT. PRIZZT
“HIHIHIHIHIHIHIHIHIHI!!!!!!”

“HENTIKKANNN!!!!!!” Shana menutup telinganya.

KRIIIETTT!!!!

Tiba-tiba pintu itu terbuka dengan pelan.

“HAH!?!?!?” Mata Shana terbelak dengan sosok yang muncul dari balik pintu itu. Sosok hitam yang sangat menyeramkan dengan mata yang besar berwarna merah meyala, dan rambut yang menutupi hamper seluruh wajahnya. Berjalan mendekati Shana.

“TIDAK!!!!!” Shana berteriak dengan sangat keras, tapi hasilnya nihil, sosok itu sudah sangat dekat denga Shana.

“PERRGIIIIIIII!!!!!!!!” Shana berteriak. Tapi sosok itu sudah sangat dekat dengannya, dan kemudian sosok itu mencekik Shana samil menatapnya dengan mata merahnya.

“TIIDAAAKKKKAAAHHH!!!!”

“MATI KAU!!”



bersambung…………..



Rionyx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar